Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

Tentang Papua: Rasisme adalah kebodohan

Tentang Papua: Rasisme adalah kebodohan
Oleh : Said Muhammad
(Sekretaris umum IMM Komisariat Ushuludin Dan Dakwah 2018-2019)


Baru-baru ini, kita dikagetkan dengan peristiwa dehumanisasi yang dilakukan oleh sekelompok manusia, terhadap manusia lainnya. Tentu saja, hal ini—adalah kejahatan. Untuk alasan apa pun, pengepungan yang terjadi di asrama mahasiswa Papua di Surabaya, yang mengakibatkan mahasiswa Papua terluka,—merupakan kebiadaban. Apalagi, para pengepung termasuk anggota TNI, bertindak—rasis. Bahkan, salah satu dari mereka, memaksa masuk sembari melontarkan kalimat; “anjing! Babi! Monyet! Keluar lu kalau berani! Hadapi kami di depan!” (Baca artikel: Buntut rasisme mahasiswa Papua, jalan di blokir, gedung DPRD dibakar).

Bukan kali pertama, etnik Papua yang berada di luar kampung halamannya, sering kali mendapat perlakuan diskriminatif dari socio cultural masyarakat Indonesia. Di Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan daerah-daerah lain, entah mengapa, selalu—mendiskredit para pribumi Papua yang ada di tempat mereka. Padahal, kita (masyarakat di luar Papua) berbondong-bondong untuk menyerap sumber daya alam (SDA) mereka. Namun, mereka—tetap saja ramah terhadap kita. 

Kejadian yang dialami mahasiswa Papua di Surabaya, merupakan tindakan rasisme. Lantas, apakah yang dimaksud dengan rasisme? Seberapa bahaya rasisme terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara? 

Fenomena rasisme sangat kompleks. Agaknya, kita mesti mengidentifikasi terlebih dahulu akar sebenarnya dari rasisme. Dalam Human rights and equal opportunity commission (1998) di Australia, menyebut: “pertama, rasisme adalah sebuah ideologi yang memberikan pernyataan mitos terhadap kelompok ras dan etnis tertentu, dengan merendahkan dan meremehkan kelompok tersebut. Kedua, rasisme adalah hasil interaksi kompleks dari sikap individu, nilai-nilai sosial, dan praktik-praktik lembaga. Ketiga, rasisme adalah sesuatu yang mengakar pada keyakinan bahwa beberapa orang atau kelompok memiliki kelebihan dari pada kelompok etnik dan ras tertentu.”

Soal seberapa bahaya terhadap keutuhan bangsa dan negara, jelas—sangat berbahaya. Mengingat, Indonesia merupakan negara—yang di dalamnya terdapat beragam etnik, ras, suku, agama dan lain sebagainya, hal ini justru dapat membuat perpecahan antara individu/komunitas satu dengan lainnya. Dan, kalau itu—sampai terjadi, cita-cita leluhur yang tertuang dalam sila ke-3 pancasila, “persatuan Indonesia”, hanya menjadi filosofi semata. Makna persatuan hanya menjadi sesuatu yang utopis, karena masyarakat tidak mampu mewujudkan semua itu. 

Dari tesis di atas, kita bisa menarik konklusi bahwa; rasisme merupakan mitos yang dikonstruksi oleh kelompok tertentu, untuk merendahkan kelompok etnik lain. Hal ini—benar-benar keji. Padahal, secara teologis, manusia terlahir sebagai Mahluk yang sama/setara, serta memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. 

Melihat fenomena ini, tentu ada yang salah. Dan, letak kesalahannya justru ada di sekitar kita, keluarga, dan boleh jadi ada di pendidikan kita. Bahkan sejak kecil, orang-orang di sekitar kita sudah menanamkan pemahaman rasis terhadap kita. Dengan mengajarkan bahwa: ada jenis kelompok manusia (berdasar pada etnis dan agama tertentu) superior yang mampu melakukan segala macam aktivitas secara sempurna, dan ada jenis kelompok manusia yang tidak mampu—melakukannya. Mitos-mitos semacam ini terus menerus dikonstruksi oleh orang di sekitar kita, tapi tetap saja, kita mengabaikan itu. 

Tentunya, dilihat dari kaca mata mana pun, tindakan rasis adalah tindakan yang perlu dikecam. Apalagi, hal ini—terjadi di dalam negara yang menganut sistem demokrasi yang memiliki prinsip kesetaraan dan hak semua orang untuk diperlakukan secara adil. Ditambah lagi, Indonesia dikenal dengan semboyan “Bhineka Tunggal Ika”: Berbeda-beda tetap satu. 

Jujur saja, saya begitu kesal terhadap tindakan rasis terhadap mahasiswa Papua, jum'at 16/8/2019 di Surabaya beberapa hari lalu. Harusnya, aparat terlebih dahulu menginvestigasi kejadian rusaknya bendera merah putih yang terkibar di depan asrama Mahasiswa Papua di Surabaya. Bukan malah mengepung dan memaksa masuk serta melemparkan gas air mata kepada mahasiswa Papua, sehingga beberapa dari mereka mengalami luka.

Itu sebabnya, pemerintah mesti turun mengusut tuntas persoalan—semacam ini. Agar, masyarakat tidak terprovokasi dan melakukan tindakan-tindakan ekstremis lainnya. Dan untuk seluruh masyarakat Indonesia, warga Papua adalah bagian dari kita, mereka juga warga negara Indonesia, jadi, perlakukan mereka layaknya manusia lainnya. Rasisme adalah sebuah kebodohan. Hal ini—tidak boleh tumbuh dan berkembang di negara kita. 

Terakhir, setelah kejadian rasisme yang menimpa saudara kita masyarakat papua, menjadi pelajaran untuk kita semua bahwa pentingnya rasa persaudaraan tanpa memandang etnik. Hilangkan sekat-sekat itu. Hentikan perkataan-perkataan kasar terhadap papua. Mereka bukan monyet. Mereka adalah anak kandung ibu Pertiwi.

Said Muhammad

***
Gorontalo, 21 agustus 2019
Tabik,

4 comments for "Tentang Papua: Rasisme adalah kebodohan"

  1. Mantap ini tulisan & Nalar Pengetahuan menyoal rasisme di papua

    ReplyDelete
  2. Numpang promo ya min^^
    Ay0 d4ftarkan dir! 4nda di Upd4te 8ett1n9
    Whatsapp +855 979 542 957

    ReplyDelete
  3. VAZBET - Tembak Ikan Online

    ~Bonus New Member 25%
    ~Bonus Next Deposit 5%
    ~Bonus Cashback 10%

    Ayo Daftar !
    Dapatkan Bonus Menarik Lainnya.
    WEB >>> WWW,VAZBET,IN
    WA >>> +855 878 795 20

    ReplyDelete
  4. Borgata Hotel Casino & Spa - JW Marriott
    Book Borgata Hotel Casino & Spa & 제주 출장샵 Casino & 보령 출장마사지 Spa Online with JW Marriott.com. 군포 출장안마 Find reviews, 용인 출장안마 hours, coupons & more for AAA/AARP members, seniors, 논산 출장샵

    ReplyDelete